Kuasa Hukum Frengki Nababan Apresiasi Penyelesaian PHK Sepihak Melalui Bipartit oleh PT. Yakult Indonesia Persada

Diterbitkan: Minggu, 25 Mei 2025

Jakarta, 22 April 2025 — Tim kuasa hukum Frengki Fernando yang diwakili oleh Belly Hatorangan, S.H. dan Cici Priyantoro, S.H., menyampaikan kronologi permasalahan dugaan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang dialami kliennya.

Menurut kuasa hukum, Frengki telah bekerja di PT. Yakult Indonesia Persada Cabang Jakarta 2 sejak 1 Februari 2016 dengan jabatan Direct Sales. Artinya, ia telah mengabdi kurang lebih sembilan tahun di perusahaan tersebut. Namun, pada 31 Januari 2025, Frengki menerima surat PHK sepihak tanpa pesangon dengan alasan melakukan pelanggaran mendesak lantaran tidak masuk kerja selama empat hari dan mengulangi pelanggaran meskipun sudah mendapat surat peringatan.

Menurut keterangan yang disampaikan klien kami, ketidak hadiran Frengki bukan tanpa alasan. Kliennya diduga mengalami intimidasi dan perlakuan kurang mengenakkan dari Oknum atasan Yang diduga terjadi lebih dari 1 kali, hal ini yang membuat klien kami merasa tertekan, malu, serta tidak nyaman bekerja.

 

Kuasa Hukum Tetap Menuntut Pesangon

Kuasa hukum menegaskan tetap menuntut hak pesangon kliennya yang telah bekerja hampir sembilan tahun. Menurutnya, PHK sepihak dengan alasan pelanggaran mendesak sebagaimana Pasal 52 ayat (2) PP 35/2021 bermasalah, karena substansinya serupa dengan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

Dalam putusan MK ditegaskan bahwa kesalahan berat tidak bisa menjadi dasar PHK sepihak tanpa proses hukum yang sah. Karena itu, pekerja tetap berhak atas perlindungan hukum dan kompensasi yang layak, sehingga PHK terhadap Frengki Nababan dinilai tidak sah dan wajib diselesaikan melalui mekanisme perselisihan hubungan industrial.

Aturan ini juga dianggap diskriminatif karena mengabaikan due process of law. Bahkan Kementerian Tenaga Kerja melalui SE No. 13/Men/Sj-Hk/I/2005 telah menegaskan perlunya perlindungan hukum bagi pekerja sesuai putusan MK. Dalam kasus Frengki, PHK dengan alasan pelanggaran mendesak dipertanyakan legalitasnya karena pekerja semestinya tetap berhak atas pembelaan dan kompensasi.

Selain itu, UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menegaskan pekerja mangkir tidak otomatis dianggap mengundurkan diri. Pengusaha tetap wajib mengikuti prosedur PHK sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Hal ini memperkuat bahwa PHK sepihak tanpa pesangon bertentangan dengan prinsip hukum ketenagakerjaan yang berlaku.

Dalam konteks ini, PHK terhadap Frengki dengan alasan pelanggaran mendesak patut dipertanyakan legalitasnya. Pekerja semestinya tetap memperoleh perlindungan hukum dan kesempatan pembelaan, bukan langsung diberhentikan sepihak tanpa kompensasi. Hal ini juga bertentangan dengan asas praduga tak bersalah dan kesetaraan di hadapan hukum, sehingga tidak boleh dilakukan sepihak tanpa proses hukum.

Apresiasi Kuasa Hukum

Kuasa hukum menyampaikan apresiasinya kepada PT. Yakult Indonesia Persada Cabang Jakarta 2 yang memilih menyelesaikan perselisihan melalui perundingan bipartit. Mekanisme bipartit sendiri merupakan amanat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang mewajibkan setiap perselisihan hubungan industrial terlebih dahulu diselesaikan melalui perundingan bipartit secara musyawarah.

Dalam proses penyelesaian sengketa PHK sepihak, perusahaan menunjukkan itikad baik dengan membuka ruang dialog secara langsung kepada karyawan dan kuasa hukumnya. Melalui mekanisme bipartit, dua pihak duduk bersama untuk membahas dan merumuskan solusi terbaik tanpa harus melalui proses yang panjang dan berbelit di pengadilan hubungan industrial. Langkah ini dinilai sebagai solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Yaitu tercapainya penyelesaian melalui jalur bipartit.

“Kami melihat langkah bipartit ini sebagai solusi yang bijak. Proses ini bukan hanya memastikan karyawan memperoleh kepastian atas hak-haknya, tetapi juga membantu perusahaan menjaga nama baiknya di mata publik. Keberhasilan negosiasi ini kami harap bisa menjadi contoh bagi perusahaan lain agar lebih mengutamakan dialog dan musyawarah dalam menangani konflik ketenagakerjaan, sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan perubahan dalam UU Cipta Kerja,”

Penyelesaian sengketa PHK sepihak melalui bipartit menunjukkan kedewasaan kedua belah pihak dalam mengedepankan solusi damai. Kuasa hukum menilai, langkah ini merupakan cerminan hubungan industrial yang sehat, adil, dan berkelanjutan

Kuasa Hukum Menerima dengan Baik Hasil Penyelesaian

Kuasa hukum menerima dengan baik apa yang telah disepakati dalam penyelesaian melalui bipartit. “Kami menilai keputusan ini sebagai solusi yang tepat dan menguntungkan kedua belah pihak. Proses ini tidak hanya memberikan kepastian bagi karyawan atas masa depannya, tetapi juga menjaga reputasi perusahaan di mata publik,”

Menurut kuasa hukum, keberhasilan negosiasi bipartit ini bisa menjadi contoh bagi perusahaan lain dalam menangani konflik ketenagakerjaan. Mengutamakan dialog dan musyawarah dinilai lebih efektif, terutama dalam kasus PHK sepihak yang kerap berpotensi menimbulkan ketegangan, dengan adanya hasil kesepakatan bipartit ini, klien kami telah menerima penyelesaian yang adil sesuai dengan apa yang menjadi hak-haknya.

Recent Posts
25 May 2025
Jakarta, 22 April 2025 — Tim kuasa hukum Frengki Fernando…
9 March 2025
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan bahwa…
12 November 2024
Tangerang, 12 November 2024 — Tim kuasa hukum salah satu…