Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Terbitnya aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengubah konstelasi aturan main dalam banyak sektor, termasuk juga dalam industri properti sehingga terdapat ketentuan terkait PPJB yang tertuang dalam Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) telah menjadi hal lazim dilakukan dalam dunia properti. Akan tetap, penting untuk diketahu calon pembeli properti bahwa PPJB hanyalah suatu perjanjian yang dibuat oleh calon penjual dan calon pembeli suatu tanah/bangunan sebagai pengikatan awal sebelum para pihak membuat Akta Jual Beli (AJB) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dalam arti lain PPJB adalah sebuah kontrak perjanjian yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan sampai dengan terjadinya pengalihan hak. Sehingga PPJB merupakan dokumen penting bagi developer dan pembeli sebelum AJB
Fungsi dari PPJB dan AJB adalah sebagai bukti transaksi jual beli properti dengan kesepakatan harga dan segala ketentuannya. Serta memastikan kedua belah pihak memenuhi hak dan kewajiban masing-masing dan menjadi bukti apabila di kemudian hari salah satu pihak tidak dapat melakukan kewajibannya atau melakukan perbuatan yang tidak disepakati.
Dalam Pasal 1 angka 10 PP 12/2021 disebutkan bahwa sistem PPJB adalah rangkaian proses kesepakatan antara setiap orang dengan pelaku pembangunan dalam kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam PPJB sebelum ditandatangani AJB.
Oleh karena itu, PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dengan pembeli untuk melakukan jual beli rumah atau satuan rumah susun (sarusun) yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk rumah tunggal dan rumah deret yang dibuat dihadapan notaris.
Selanjutnya, Pasal 22J PP 12/2021 menyatakan bahwa PPJB paling sedikit memuat ketentuan-ketentuan berikut:
- Identitas para pihak;
- Uraian objek PPJB;
- Harga rumah dan tata cara pembayaran;
- Jaminan pelaku pembangunan;
- Hak dan kewajiban para pihak;
- Waktu serah terima bangunan;
- Pemeliharaan bangunan;
- Penggunaan bangunan;
- Pengalihan hak;
- Pembatalan dan berakhirnya PPJB; dan
- Penyelesaian sengketa.
Pemasaran PPJB merupakan salah satu aspek PPJB yang ditingkatkan menjadi Peraturan Pemerintah, yang sebelumnya hanya diatur dalam Peraturan Menteri. Dalam Permen PUPR Nomor 11/2019, pemasaran hanya dapat dilakukan jika pelaku pembangunan telah melaksanakan proses pembangunan. Namun dengan terbitnya PP No. 12/2021, pemasaran dapat dilakukan sebelum terjadinya proses pembangunan. Hal tersebut hanya berlaku untuk proyek rumah susun, terkait syarat-syarat pemasaran, kepastian hak atas tanah yang haruslah dibuktikan dengan sertipikat hak atas tanah dapat dibuktikan dengan dokumen hak atas tanah lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
Selain ketentuan terkait pemasaran, PP No. 12/2021 ini juga mengubah ketentuan mengenai biaya pembatalan. Sesuai Pasal 22H, dalam hal pembatalan pembelian rumah pada saat pemasaran yang disebabkan oleh calon pembeli dan bukan kelalaian pelaku pembangunan, pelaku pembangunan dapat memotong paling rendah 20 persen dari pembayaran yang telah diterima pelaku pembangunan ditambah dengan biaya pajak yang telah diperhitungkan.
Ketentuan sebelumnya yang diatur dalam Peraturan Menteri PUPR No. 11/2019 membatasi pemotongan hanya hingga 10 persen. Pemotongan maksimal 10 persen sekarang berlaku untuk pembatalan karena kredit pemilikan rumah (KPR) konsumen yang tidak disetujui oleh bank atau perusahaan pembiayaan.
Ketentuan terkait syarat penandatanganan PPJB juga direvisi dalam PP No. 12/2021. Sekarang, salah satu syarat penandatanganan PPJB yaitu keterbangunan perumahan paling sedikit 20 persen, diklasifikasi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu rumah tunggal atau rumah deret dan rumah susun.
Dalam Pasal 22I ayat (7), diatur bahwa keterbangunan 20 persen untuk rumah tunggal/rumah deret dihitung dari seluruh jumlah unit serta ketersediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum dalam suatu perumahan yang direncanakan, sedangkan untuk rumah susun, 20 persen keterbangunan ditinjau dari volume konstruksi bangunan rumah susun yang sedang dipasarkan.
Apabila Anda mempunyai permasalahan terkait PPJB, atau sedang membutuhkan dalam penyusunan draft atau mereview PPJB sesuai ketentuan hukum yang berlaku, dapat menghubungi kami.