Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan, dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai tanda bukti yang sah dan otentik terkait kepemilikan sebuah lahan atau tanah dan pada umumnya juga bangunan beserta turutan-turutanya yang berdiri diatasnya.
Namun demikian sertipikat tanah dapat dibatalkan dikarenakan adanya kesalahan administrasi dan bahkan dapat digugat dikarenakan adanya pihak lain yang membuktikan bahwa tanah yang tersebut adalah miliknya tentunya dengan melampirkan bukti Sertipikat tanah yang dimiliki secara sah dan adanya putusan dari pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap/inkracht.
Bagaimana cara dalam pembatalan sertipikat?
Dalam melakukan pembatalan sertipikat hak atas tanah terdapat 3 cara untuk melakukan pembatalan :
- Pembatalan Kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN).
- Pembatalan Sertipikat dapat dilakukan dengan cara mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Alasan pembatalan sertifikat hak atas tanah adalah karena adanya cacat hukum administratif, seperti kesalahan perhitungan dan luas tanah, sehingga menyerobot tanah lainnya, tumpang tindih hak atas tanah, kesalahan prosedural, atau perbuatan lain, seperti pemalsuan surat. Pasal 106 ayat (1) jo. Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999.
- Pembatalan Berdasarkan Putusan Pengadilan, Pembatalan hak atas tanah juga dapat terjadi karena melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sesuai yurisprudensi dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 383K/Sip/1971 tanggal 3 November 1971, yang menyatakan batal surat bukti hak milik yang dikeluarkan oleh instansi agraria secara sah dan tidak termasuk wewenang pengadilan negeri melainkan semata-mata wewenang administrasi. Pembatalan surat bukti hak milik harus dimintakan oleh pihak yang dimenangkan pengadilan kepada instansi agraria berdasarkan putusan pengadilan yang diperolehnya. Surat keputusan pembatalan hak atas tanah menurut Pasal 104 ayat (2) Permen Agraria/BPN 9/1999, diterbitkan apabila terdapat:
- cacat hukum administratif; dan/atau
- melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
- Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
- Gugatan pembatalan sertifikat dapat diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara apabila sertifikat tersebut dinilai memiliki cacat, Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 mengenai Administrasi Pemerintah (UU 30/2014), Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
- Sertipikat tanah adalah salah satu bentuk KTUN. Batas waktu terhitung 90 hari sejak diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagaimana diatur Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
- Gugatan Ke Pengadilan Negeri
- Gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Negeri jika terkait ; adanya dugaan pemalsuan sertifikat sesuai dengan ketentuan KUHP pasal 263 dan Perbuatan melawan hukum yang diatur Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan dasar dan dalil-dalil yang penggugat pikirkan dan penggugat nilai merugikan, namun perlu diingat bahwa ada masa daluwarsanya permohonan pembatalan atau gugatan ke pengadilan diajukan maksimal 5 tahun sejak terbitnya sertifikat, sebagaimana diatur Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
- Namun demikian daluwarsa tidak mutlak selama bisa dibuktikan bahwa perolehan tanah tersebut dilakukan tidak dengan iktikad baik.
Semoga bermanfaat.
Dasar Hukum ;
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana yang telah diubah pertama kali dengan Undang–Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana yang telah diubah kedua kali dengan Undang–Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
- Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
- Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang /Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Sertipikat Elektronik.
Referensi:
- Hasan Basri Nata Menggala & Sarjita. Pembatalan dan Kebatalan Hak atas Tanah. Yogyakarta: Tugujogja Pustaka, 2004.
- https://www.hukumonline.com