Putusan MK ubah masa jabatan pimpinan KPK, pakar hukum tata negara ‘cium keanehan’ berbau politis

Diterbitkan: Rabu, 13 September 2023

Sejumlah pakar hukum Tata Negara mendesak pemerintah segera membentuk panitia seleksi (pansel) calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi demi menghindari kecurigaan publik bahwa putusan MK ada campur tangan Istana dan bernuansa politis jelang Pemilu 2024.

Desakan itu mengemuka setelah putusan Mahkamah Konstitusi yang dibacakan pada Kamis (25/02) mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari semula empat tahun menjadi lima tahun.

Kemudian MK juga menyatakan syarat batas usia calon pimpinan KPK paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun – bertentangan dengan UUD 1945.

Merespons putusan MK, Menkopolhukam Mahfud Md mengatakan pemerintah akan menyikapinya setelah mendalami argumen hukumnya dan mendengarkan berbagai pendapat pakar.

Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, mengaku mencium sejumlah ‘keanehan’ dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review salah satu pimpinan KPK, Nurul Ghufron.

Bivitri berkata, materi gugatan tersebut sesungguhnya “tidak urgen” dan “tidak ada kaitannya dengan isu konstitusional”.

Kalau merujuk pada putusan-putusan MK sebelumnya, materi gugatan yang sifatnya open legal policy atau kebijakan hukum terbuka seperti yang diajukan Nurul Ghufron, “hakim konstitusi akan menolak gugatan tersebut” dan menyerahkannya pada pembuat undang-undang yakni DPR.

Namun pada gugatan kali ini, menurut Bivitri, sikap MK berbeda dan diadili dengan sangat cepat.

Nah ini [keputusan masa jabatan pimpinan KPK] menyalahi pola itu,” ujar Bivitri Susanti kepada BBC News Indonesia, Jumat (26/05).

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, sepakat dengan Bivitri.

Feri mengatakan hakim MK secara tidak langsung sudah mencampuri urusan DPR dengan mengatur masa jabatan dan batas usia pimpinan KPK.

Itu mengapa Feri dan Bivitri menduga keputusan tersebut sangat erat kaitannya dengan nuansa politik jelang Pemilu 2024 serta tak lepas dari campur tangan kepentingan Istana.

“Ada nuansa politik yang sulit bagi MK menghindari itu, apalagi berkaitan dengan berbagai kepentingan Istana,” ujar Feri kepada BBC News Indonesia.

“Pimpinan KPK sekarang sedang berupaya menyelidiki perkara dugaan korupsi Formula E yang berkaitan dengan capres tertentu. Kalau ada seleksi pimpinan KPK yang baru, ada kekhawatiran kasus ini tidak bisa diselesaikan,” ia berpendapat.

Sebelumnya beredar isu bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta yang kini maju sebagai bakal capres, Anies Baswedan, telah ‘ditarget’ oleh KPK untuk menjadi tersangka kasus dugaan korupsi Formula E.

Dugaan itu menguat kala Direktur Penyelidikan KPK Endar Priantoro dicopot oleh pimpinan KPK lantaran Endar disebut tak juga menjadikan Anies sebagai tersangka.

Seperti apa tanggapan pemerintah dan MK?

Menkopolhukam Mahfud Md mengatakan pemerintah sedang mendalami putusan tersebut dan mendengar berbagai pendapat pakar.

“Saya belum sempat membaca putusannya. Nanti pemerintah akan menyikapi setelah mendalami vonisnya,” tutur Mahfud Md kepada wartawan, Jumat (26/05).

Mahfud melanjutkan, putusan MK secara filosofis sudah jelas dan tidak perlu penjelasan resmi. Meski demikian, dia mengaku akan melihat perkembangan lebih lanjut.

Terpisah, Juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, menuturkan putusan ini berlaku mulai dari pimpinan KPK yang sekarang menjabat.

Fajar berkata pertimbangan mengenai keberlakuan Putusan 112/PPU-XX/2022 bagi Pimpinan KPK saat ini ada dalam pertimbangan paragraf 3.17 halaman 117.

 

 

sumber : https://www.bbc.com/indonesia/articles/cljgjz0w8rro

Recent Posts
3 August 2024
Perjanjian Pengikatan Jual Beli Terbitnya aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor…
20 June 2024
Ahliwaris apresiasi Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta dan Jajarannya…
29 March 2024
Kuasa Hukum ahli waris mengapresiasi Komisi A yang berinisiatif menyelesaikan…